Hospital Bag untuk Persiapan Melahirkan Selama Pandemi

Waahh ga terasa sudah menginjak 29 week, uda masuk trimester 3, which is last trimester before childbirth. Dan saat ini kondisi tubuh uda semakin berat, mulai sering ngos-ngosan, cepat capek, dan masih banyak keluhan-keluhan lainnya yang umum dialami ibu hamil pada trimester terakhir ini, tapi ya disyukuri saja toh ini adalah ‘hadiah’ yang dinantikan selama ini. Btw, kehamilan kedua ini berbeda sekali dengan kehamilan pertama. Kalau dulu di usia kehamilan yang sekarang ini masih lincah kesana sini, masih kuat ngapa-ngapain, kalau sekarang tuh uda lebih ‘jompo’ hahaha, seriuously deh. Mungkin karena jarak kehamilan yang cukup jauh juga (5 tahun) jadi berasa hamil pertama lagi.

Seperti ibu hamil 7 bulanan pada umumnya, saya juga mulai menyiapkan kebutuhan-kebutuhan baby, tapi yang kali ini lebih simple sih karena baby no 2 ini akan menggunakan barang-barang lungsuran kakaknya, seperti baju, celana, bedong, breastpump, dll. Paling hanya butuh membeli kebutuhan seperti skincare bayi, bak mandi karena yang lama sudah rusak, diapers, cotton ball, dll.

Nah kali ini saya tidak akan membahas kebutuhan yang perlu dibeli, tapi lebih ke apa aja sih yang harus dibawa saat melahirkan ke RS khususnya saat pandemi ini. Saya akan membahas di RS karena nantinya insyaAllah saya akan melahirkan di RS. Berikut list hospital bag (versi saya) for reference. Silahkan didownload.

Sekedar sharing, selama pandemi ini di RS tempat saya kontrol (dan di RS lain juga pastinya) ada peraturan harus diswab sebelum melahirkan. Tepatnya saat usia 38 week harus swab pcr. Dan kalau melahirkan sebelum UK tersebut (belum sempat swab pcr) atau sesudah UK tersebut (yang mungkin masa berlaku swabnya sudah habis) wajib antigen dulu dengan tetap di swab pcr. Tapi peraturan tiap RS mungkin berbeda ya.

Well, semoga sharing mengenai hospital bag ini bisa membantu para bumil di luar sana yang masih bingung apa aja sih yang harus dibawa saat melahirkan. Jangan lupa ditanyakan dulu ya ke RS/kliniknya ya apa saja yang sudah mereka sediakan untuk ibu & bayi 😉

Berburu Obgyn (lagi) ???

Di pengalaman hamil kedua ini saya pengen coba ganti obgyn. Yaa, pengen ngerasain lagi melanglangbuana mencari siapa tau ada alternatif obgyn lain yang cocok, karena kalo harus ke dr. Sadina ga kuat banget antriannya (pada saat itu mikirnya sih gini ya). Dan ini dia beberapa obgyn yang saya coba:

  1. Dr. Hari P. Rahardjo

Sebenarnya dokter Hari ini orangnya enak banget. Saya sudah 2 kali ke beliau. Pertama saat kontrol IUD di KMC. Yang kedua saat konsultasi untuk promil di Lahirditembuni. Orangnya enak, penjelasan mudah dimengerti, cukup komunikatif, dan yang paling penting ga bikin suasana saat konsul itu terasa mencekam krik krik gitu. Sebenarnya pengen lanjut konsul dengan beliau lagi saat mendapati hasil TP +, tapi karena biasanya kalau awal-awal hamil USG transvaginal dan saya kurang nyaman dengan obgyn cowo, akhirnya memutuskan mencari obgyn lainnya yang tentu saja cewe.

  • Dr. Afifah Khairani

Begitu TP + dan memutuskan untuk memastikan kehamilan dengan konsul ke dokter, saya memilih untuk melakukannya di Lahirditembuni karena pada saat itu covid sedang tinggi-tingginya dan pengalaman sebagai survival covid juga membuat saya sedikit takut kalau harus ke RS. Karena dr. Afifah ini the only female obgyn di Lahirditembuni, akhirnya nyoba konsul ke beliau. Saat itu dapat antrian no 1 dan dijadwalkan jam 08.00. Tapi karena satu dan lain hal dokternya baru datang jam 09.30an. Pas masuk ruangan kayak diburu-buru gitu, dan kurang komunikatif ya menurut saya. Hanya menjawab seperlunya aja apa yang saya tanyakan. Setelah itu juga langsung pergi lagi (mungkin lagi ada lahiran di RS lain gatau deh, Cuma jadi minus banget di mata saya & suami). Jadi untuk konsul selanjutnya saya berlahir ke RS lain.

  • Dr. Febriansyah Darus

Karena RS terdekat dari rumah dan baru buka adalah Brawijaya Saharjo, jadi saya mencoba untuk “berkelana” disini. Awalnya mau ke dr. Nisa (obgyn yang juga cukup hits di socmed plus perempuan juga kan), tapi karena saat kontrol awal dengan dr. Afifah sempat didiagnosa kantung kehamilan tidak bulat (menurut beliau seharusnya bulat), daripada kenapa-kenapa akhirnya memutuskan untuk ke dr. Febri yang juga fetomaternal. Karena menurut saya dan suami (berdasarkan pengalaman kehamilan pertama, fetomaternal meriksanya lebih teliti). Dan alhamdulillah janin aman, sehat, dan tidak kenapa2 juga. Sebenarnya dengan dr. Febri ini enak juga sih, tapi saya merasa agak kikuk ya, mungkin karena beliau juga laki-laki dan ntah kenapa merasa kurang dapat feelnya aja. Sempat berencana mau melahirkan di Brawijaya Saharjo aja deh karena dekat, tapi karena feel di dokternya kurang dapat, akhirnya mencari yang lain lagi.

  • Dr. Sadina P. Besar

Daaaannn akhirnya setelah petualangan panjang sana sini, saya kembali lagi ke beliau. The best obgyn sih menurut saya. Yaa walaupun perjuangannya panjang banget ya. Jadi dari beberapa hari dr. Sadina praktek, saya & suami cuma bisa kontrol saat weekend (Sabtu). Dan untuk mendapatkan nomor antrian, diulang ya…nomor antrian doang…kami harus pergi setelah subuh. Kenapa? Karena pasiennya beliau dibatasi hanya berapa antrian saja (kurang tau pastinya), dan berdasarkan pengalaman yang lalu, kalau dapat nomor belasan aja deh, itu bisa masuknya siang, males banget kan kalo harus pulang terus balik lagi. Jadi mending sekalian aja deh pas pagi-pagi. Dan dari abis subuh itu uda ada beberapa orang juga lho yang melakukan hal yang sama yaitu ambil nomor antrian, sementara loket pendaftarannya baru buka jam 07.00. Mantap kaann. Tapi itu semua terbayarkan dengan “hasil konsultasi” dengan dokternya. Menurut saya beliau itu ramah, modis & gaul, update tentang info kehamilan terkini, gaada ngelarang ini itu yang aneh-aneh, semua jawaban dari pertanyaan saya selalu diiringi dengan ilmu/teori/alasan yang jelas, dan saat USG juga teliti banget dan mau menjawab semua pertanyaan-pertanyaan saya. Kalau diperhatikan pasien-pasiennya beliau itu per konsul ada minimal 30 menit di dalam ruangan. Pokoknya enak ga diburu-buru deh. So far saya dan suami uda menetapkan untuk tetap di beliau dan lahiran kembali di Harkit, sama seperti anak pertama kami.

Disini saya mau mengingatkan aja, obgyn itu cocok-cocokan ya. Bisa aja di saya ga cocok (karena satu dan lain hal) tapi di ibu yang lain cocok. Jadi jangan hanya berdasarkan opini/review aja, tapi dicoba juga untuk bisa merasakan realnya seperti apa.

Buat ibu hamil lainnya yang sedang “berburu” obgyn, selamat mencari dan enjoy the process yaa….  🙂

Promil (?)

Setelah Inaya menginjak usia hampir 4 tahun, saya dan suami memutuskan untuk “it’s the right time to give her sibling” yang akhirnya diputuskanlah saya untuk lepas IUD setelah hampir 4 tahun bertengger di rahim. Tepatnya pada November 2019 saya lepas IUD sekalian konsul dengan dokter karena Desember 2019 akan menunaikan ibadah umroh. At that time jujur masih siap-ga siap kalo ternyata segera hamil lagi, tapi ya bismillah aja lah kalau emang dikasi secepatnya ya berarti emang itu yang terbaik. Tapi Qadarullah saya dan suami masih disuru lebih banyak sabar dan lebih keras lagi berusaha.

 

Apa saja usaha yang sudah kami lakukan?

  1. Desember 2019: masih mencoba alami saja, karena baru lepas IUD juga jadi masih nyantai
  2. Januari 2020: Saat umroh saya membeli beberapa bahan untuk promil seperti madu dan kurma muda (yang dalam bentuk buah dan serbuk). Jadi selama Januari saya & suami mencoba program dengan ini. Untuk kurma muda yang bentuk buah (yang khusus hamil rasanya sedikit kecut) tinggal dimakan saja, namun untuk yang bentuk serbuk penggunaannya dapat dilihat di youtube.
  3. Februari 2020: Karena ketersediaan kurma muda semakin menipis, saya mencoba beralih ke yang lain. And it goes to JSR nya ustad Zaidul Akbar. Ya namanya juga lagi menggebu-gebu jadi semua cara dicoba dan dilihat dari review orang-orang membuat saya percaya dengan keberhasilannya. Saya putuskan untuk konsumsi kunyit, jahe, jeruk nipis, madu every single day. YA SETIAP PAGI saya selalu bikin 2 porsi minuman ini untuk saya dan suami, dikonsumsi dalam kondisi perut kosong sebelum sarapan.
  4. Maret 2020: Karena kemakan iklan di instagram, jadi mencoba untuk konsumsi buah zuriat.
  5. April 2020: Masih lanjut buah zuriat plus JSR nya ust. Zaidul Akbar
  6. Mei 2020: Off karena puasa terus jadi males
  7. Juni 2020: Setelah mencoba usaha dengan konsumsi yang tradisional, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk konsultasi ke dokter sekalian cek kondisi rahim saya dan waktu yang tepat untuk berhubungan. Kami konsul ke Lahirditembuni dengan dokter Harry pada hari ke 12 setelah hpht. Saat di cek kondisi rahim alhamdulillah bagus dan ternyata saat itu kondisi sel telur cukup besar sehingga dokter menyarankan untuk malam itu segera berhubungan, mencoba setiap kemungkinan yang ada.
  8. Juli 2020: Qadarullah diberi nikmat ujian yang Subhanallah, saya terkena covid tertular dari rekan-rekan di kantor. Dua minggu kemudian suami pun juga terkena covid. Jadi untuk selama 1,5-2 bulan off promil dulu.
  9. Agustus 2020: Off promil
  10. September 2020: Setelah pulih, saya dan suami mulai berusaha lagi, kali ini dengan mengkonsumi oligocare (untuk suami) dan ovacare & folavit (untuk istri). Sebenarnya kami mulai konsumsi ini mulai dari akhir Agustus. Ini atas rekomendasi dari dr. Harry saat bulan Juni lalu kami konsultasi, tapi pada saat itu belum dilakukan karena mikirnya ÿauda deh coba yang alami dulu.
  11. Oktober 2020: Sebenarnya belum jadwalnya saya haid, masih kurang seminggu lagi lah, tapi ntah kenapa pengen aja cobain testpack (yang baru dibeli korban promo shopee). Pas dicoba “loh kok garisnya ada 2 tapi yang satu masih samar banget”. Oke yauda dicoba tunggu beberapa hari lagi deh. Selang beberapa hari nyoba lagi dan hasilnya masih sama. Oke coba beberapa hari lagi deh pas uda telat dari jadwal yang seharusnya. Semakin dicoba semakin nyata garisnya. Terus ngasi tau suami itung2 sebagai susulan kado ulang tahun. Saat semakin yakin positif hamil, kami memutuskan untuk kontrol ke dokter di usia 5 week untuk memastikan beneran hamil dan kandungan berada di dalam rahim. 

Untuk para pasangan yang sedang berikhtiar promil untuk mendapatkan buah hati, jangan pantang menyerah. Allah Maha mengetahui batas kemampuan hamba-Nya. Sesungguhnya setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Bismillah untuk kita semua. Semangaaattt !!! 😉 

Taut

Umroh plus Turki bawa anak? Siapa takut…(Part 1)

Finally menyentuh blog lagi setelah ribuan purnama vakum. Padahal bahan banyaaakk banget tapi apa daya kesibukan lain membuat ga sempat update blog. Anyway setelah tertunda review tentang trip Korea dan Jepang, sekarang saya mau menata hati untuk review Umroh + Turki yang baru aja dilakukan 26 Desember 2019 – 7 Januari 2020 kemarin.

Nah trip umroh kali ini saya pergi berlima (suami, anak, dan orangtua saya). Sama seperti trip-trip sebelumnya, trip kali ini berbeda dan paling special. Kenapa? Yupp karena ini perdana saya bawa Inaya ikut umroh. Yes, ini keputusan besar dan paling berani yang pernah saya buat. Agak lebay sih emang. Tapi serius deh, umroh bawa anak kecil dan ke negara lain (let’s say Jepang/Korea, Malaysia) bawa anak itu bedaaaa banget sensasinya. Karena umroh itu kan kita mau fokus ibadah ya sementara kalo Jepang atau Korea lebih ke jalan-jalan, have fun, shopping gitu ya. Dan di awal pun orangtua saya sudah mewanti-wanti “yakin bawa anak?”, “nanti kalo sholat gimana”, “kalo mau tahajud malam gimana”, “jangan sampe ga ke mesjid karena bawa anak, sayang mahal-mahal kesana cuma di hotel aja”, daaaaann ribuan challenging questions. Jujur saat itu juga maju mundur sih. Berbekal 2x pengalaman umroh sebelumnya yang tanpa anak, emang sih kalau bawa anak akan sangat challenging, harus siap repot, dll. Tapi Bismillah ajalah.

Perjalanan kali ini bisa dibilang cukup mendadak untuk ukuran orang seperti saya. Karena biasanya kalau mau traveling itu saya selalu planning min 1 tahun sebelumnya (maklum mengandalkan tiket promo yang harus dicari jauh-jauh hari). Sementara hitungannya saat itu (Maret) baru pulang dari Jepang, butuh nafas dulu buat tabungan. Tapi ntah kenapa keinginan saya untuk umroh itu kuat sekali. Apalagi setelah ngitung biaya ke Jepang cukup mahal dan sebenarnya saya bisa mengalokasikan duitnya buat umroh. Bikin makin nyesek dan merasa bersalah sama diri sendiri.

Qadarullah, saat lagi iseng mantengin facebook sekitar bulan Mei/Juni, muncul postingan dari UTM tentang open kloter Umroh plus Turki dengan harga tiket 12jutaan kalau ga salah. Pas baca kok langsung “deg” gitu. Kembali dibukalah save postingan perhitungan LA+tiket UTM, mulai hitung-hitungan di excel berapa estimasi biaya, mulai chat admin buat nanya-nanya, dll. Setelah nemu estimasi kasar, langsung ngabarin suami dan orangtua, jelasin tentang open kloter beserta estimasi biaya. Suami tidak langsung menyetujui, karena baru pulang liburan dan sudah pernah umroh sebelumnya mending duitnya ditabung buat haji. Hmm ada benarnya sih, tapi kok saya masih gabisa nerima gitu aja alasan halus penolakan suami. Begitu juga dengan mama dan papa saya menghiraukan ajakan saya karena takut travel abal-abal. Tapi saya tetap mulai browsing lagi tentang review orang-orang tentang UTM, doa sama Allah minta yang terbaik. Pas lagi browsing di explore ig Qadarullah muncul postingan yang isinya :

“ALLAH tidak mengundang orang yang Mampu, tetapi ALLAH Memampukan orang-orang yang Diundang-Nya ”

Ntah kenapa ini berasa ngena banget. Langsung saya forward ke suami. Akhirnya setelah diskusi suami setuju untuk coba daftar. Langsunglah saya menghubungi om Yanto (salah satu admin UTM) untuk nanya harga, dan ternyata tiket sudah naik di angka 13,350. Ya Allah, cobaan apalagi ini. Mulai lagi buka excel buat hitung-hitungan, bolak balik diskusi by phone dengan suami (posisi lagi sama-sama kerja), cek saldo tabungan lagi, dan sepakat Bismillah kalo emang jalannya insyaAllah pasti dipermudah. Langsung hubungi om Yanto lagi buat transfer dan issued tiket buat bertiga. Done tiket uda diissued. Untuk selanjutnya nanti akan dibuatkan wag dan semua pengumuman akan diinfokan disana. Agak sedikit lega.

Tapi cobaan belum berenti disitu. Jadi ceritanya tiba-tiba di suatu pagi yang cerah papa saya ngajakin anak-anaknya buat umroh bareng dan dibayarin tapi pake travel lain. Saya yang posisinya uda terlanjur daftar di UTM cuma bisa gigit jari karena gabisa direimburse kalau perginya ga barengan. Dan ternyata adik-adik saya juga lagi pada ga cocok jadwalnya. Akhirnya tawaran pun dibatalkan.

Eitss cobaan lainnya masih menanti, ferguso. Seiring berjalannya waktu, di wag ada jamaah yg update kalau dia & keluarganya pindah ke kloter lain. Which means ada sisa kursi dong. Terus iseng nawarin ke mama papa siapa tau berminat. Awalnya sih ga digubris. Yes, TIDAK DIGUBRIS dan dianggap angin lalu. Tapi dengan kegigihan hati akhirnya orangtua saya minat untuk ikut. Drama lainnya pun dimulai. Ternyata harga tiketnya uda tinggiii banget (ya wajar sih secara peak season akhir tahun ya) mencapai 19 juta kalo ga salah. Yauda tuh minta issued dengan salah satu admin. Tapi karena kesibukannya jadi belum sempat ditransfer dan responnya lamaaa banget. Oke pindah ke admin lainnya. Ada yang bersedia bantu tapi harga uda naik lagi 20 apa 21 juta gitu. Akhirnya make deal dengan harga segitu tapi terpaksa bohong ke orangtua kalau harganya sama dengan saya karena kasian kalo tau harga mahal terus gajadi pergi. Dan asli kalo ingat ini rasanya pengen nangis karena super duper challenging dan menegangkan proses issued tiket yang buat mama papa ini.

Oiya karena saya umrohnya plus Turki, jadi perlu apply visa Turki dulu. Dan kita bisa apply sendiri ataupun nitip apply via admin. Kalau saya sih pilih apply sendiri ya, secara emang senang perintilan traveling gini dan biar ada pengalaman aja. Apply nya juga gampang banget kok, tinggal masuk ke https://www.evisa.gov.tr/en/ dan ikutin petunjuknya aja. Nantinya akan ada perintah untuk bayar (bisa menggunakan paypal/credit card/debit). Currency nya dalam USD ya ($ 26.05). Setelah payment nantinya akan ada notifikasi via email dan kita bisa langsung download evisa nya. Dan jangan lupa diselipkan di paspor biar ga ketinggalan. Sebenarnya sih kita juga bisa apply visa Turki VOA, tapi harganya lebih mahal dibandingkan evisa.

Singkat cerita setelah beberapa bulan dipersatukan di wag, diskusi ini itu via wag, termasuk mengenai pengiriman dokumen untuk visa, pengambilan koper, pembayaran LA, dll tiba waktunya untuk keberangkatan. Tiket saya sekeluarga MEPO nya di KL, jadi kita perlu mesen lagi tiket CGK-KL.

Hari itu, Kamis, 26 Desember 2019 ratusan jamaah dengan batik UTM berkumpul bersama untuk keberangkatan menuju Jeddah. Jadi ada 3 kloter UTM yang berangkat barengan, yaitu plus Turki 8 dan Reguler SV 1 dan 2 (kalau tidak salah). Bayangkan aja 1 pesawat Saudia isinya jamaah UTM semua, termasuk foundernya si om Ikhsan (yang juga ikut mengawal sampai ke Turki), ya ada sih beberapa penumpang non UTM, itupun jumlahnya < 10.

Oiya untuk kloter Umroh plus Turki 8 ini kita terbagi menjadi 4 rute:

  • Rute 1 : Kul-Ist by SQ; Ist-Jed by Pegasus; Jed-Kul by Airasia
  • Rute 2 : Sin/Kul-Ist by Etihad; Ist-Jed by Pegasus; Jed-Kul by Airasia
  • Rute 3 : Kul-Ist by SV; Ist-Jed by Pegasus; Jed-Cgk by SV
  • Rute 4 : Kul-Ist by SV; Ist-Jed by SV; Jed-Cgk by SV

Dan disini saya mendapatkan rute 3.

5c428fb0-06df-4383-a195-f17a212ee5d7

Jamaah Kupluk 8 dengan rute menggunakan Pesawat Saudia

88e58ddf-5baa-4d7d-9884-addbc147133b

ab4e2967-b435-4168-9edc-ed4dad0c24f4

Kakak Naya was ready to go

Untuk pesawat ya sudah pada tau lah ya kalau Saudia itu full service, ada inflight entertainmentnya, amenity kit, dan saya juga request kids meal jauh hari sebelum keberangkatan untuk menghindari ketidaksesuaian makanan Inaya. Ya walaupun pada akhirnya Naya lebih milih tidur karena night flight juga yang berujung makanannya saya yang makan dan beberapa saya bungkus juga untuk bekal nunggu saat transit. Menurut saya pribadi, saya lebih suka amenity kit nya Turkish, karena saya merasa isinya lebih oke. Ya ini sih pendapat pribadi aja ya.

Setelah +/- 9 jam di pesawat, kami tiba di Jeddah sekitar pukul 3 dini hari dilanjutkan transit (+/-6 jam) untuk melanjutkan penerbangan ke Istanbul.

Daaaannn Istanbul, here we come…..

_to be continued_

Traveling ke Korea – Day 1

Libur tlah tiba…libur tlah tiba…hore hore hore! Akhirnya penantian selama kurang lebih setahun hasil hunting GATF tiba juga, liburan ke Korea…yeayy.

Rabu (20 Sept)
Sejujurnya uda ga fokus kerja. Pikiran uda dimana-mana. Belum finishing packing, gigi sakit sampe nyaris ga dibolehin berangkat sama dokternya, duh ada-ada aja masalahnya. Untungnya suami cuti, jadi lumayan kebantu.

Saya berangkat dengan Garuda Indonesia flight jam 23.35, jadi masih bisa kerja. Sepulang dari kantor langsung buru-buru finishing packing, suapin Naya makan malam, dll., terus jam 18.00 taxi uda nunggu, selesai magriban langsung cuss airport. Daaann karena mau long weekend ya jadi muacet dimana-mana. Sempat muter-muter juga di Tebet nyari jalan yang kira-kira agak aman, eh ternyata macet semua. Yauda saya pasrah aja. Untungnya dapet driver yang manufernya cukup oke, pinter nyelip di tol dan Alhamdulillah 20.30 uda nyampe di Terminal 3. Kita langsung buru-buru check-in (tidak bisa web check-in karena traveling dengan infant) biar bisa nego lokasi tempat duduk. Ternyata karena dari jauh hari saya sudah request bassinet jadi sudah disediakan seat di paling depan ya lumayanlah leg roomnya cukup luas. Sempat berubah pikiran untuk cancel bassinet dan milih di seat biasa aja biar Naya tidurnya bisa selonjoran di saya dan suami, tapi tidak bisa. Tenang, masalah belum selesai. Ternyata bassinet itu max 9kg, sementara Inaya sudah 10 lebih. Ngeri Naya jatuh. Tapi si petugas darat mencoba meyakinkan kalau sebenarnya masih aman kelebihan 1-2kg. Yauda pasrah lagi deh terpaksa di-oke-in pakai bassinet.

image3 (1)

Naya chan bobo nyenyak di bassinet

Selama di pesawat, karena uda tengah malam juga, Naya tidur pulas. Dan akhirnya karena sandaran tangan gabisa diangkat, saya request bassinet ke FA. And you know what? Si FA malah ga merekomendasikan karena berat anak sudah lebih dari 9kg, takut jatuh bahaya. Tapi karena sudah sangat cape pengen istrahat dan kasian Naya juga susah tidurnya, saya & suami tetap kekeuh minta bassinet (jangan ditiru ya, demi keselamatan anak). Alhamdulillahnya selama +/- 7 jam perjalanan Naya aman di bassinet, dia juga berasa lebih enak tidurnya daripada dipangku. Ya walaupun sempat beberapa kali harus digendong karena ada turbulensi dan anak tidak boleh diletakkan di bassinet. Naya sempat rewel saat bangun pagi, +/- 2 jam sebelum landing. Mungkin dia kaget saat bangun kok rame banget, ga berada di kamar seperti biasanya. Terus digendong, ajak liat video dari hp, disuapin makanan, anteng lagi anaknya. And we were arrived at Incheon.

image1

Saat tiba di Incheon International Airport

Kamis (21 Sept)
Sesampainya di Incheon seperti biasa wajib ke toilet terus antri imigrasi. Yang saya suka dari Incheon adalah they’re so welcome and friendly to those who bring kids or disabled people. Saat lagi antri, karena melihat ada stroller, si petugas langsung memanggil saya & suami untuk langsung memotong antrian ke loket yang kosong. Dan disini untuk imigrasi bisa langsung masuk per keluarga. Tidak seperti negara-negara yang pernah saya kunjungi sebelumnya yang antrian imigrasinya per orang. Jadi lumayan menghemat waktu. Keluar imigrasi langsung menuju pengambilan bagasi, terus langsung keluar mencari ticket booth untuk bus menuju apartment. Lokasi ticket booth ada di arrival hall exit 4 dan 9 (indoor) dan exit 4, 6, 7, 8, 11, 13, dan 9c (outdoor). Saat itu saya keluar dari exit 6 dan langsung menuju ticket booth di exit 4. Saya membeli tiket bus No. 6002 yang salah satu tujuannya adalah Jongno 3-ga station. Harganya KRW 10,000. Setelah itu langsung keluar menuju tempat antrian bus. Busnya ini sangat on time. Saat tiba, kita harus segera memasukkan bagasi yang dibantu oleh petugasnya, kemudian harus langsung naik ke bus kalau tidak mau ditinggal. Kemarin itu kita nyaris ditinggal. Untung saya melihat pintu sudah bergerak mau ditutup dan segera naik, sementara suami masih sibuk melipat stroller. Perjalanan sampai di tujuan saya kurang lebih 1,5 jam.

Selama di Korea, saya tinggal di apartment yang dipesan via AirBnB. Letaknya di daerah Jongno 3-ga, berada di central Seoul tepatnya salah satu pusat bisnis & perkantoran, kepeleset nyampe ke Cheonggyecheon stream. Lokasinya cukup strategis. G25 persis di bawah apartment, dekat dengan sevel, Hollys coffee, Tous Les Jours, Starbucks, sekitar 5-10 menit jalan menuju subway station. Tapi minus dari lokasi ini adalah kalau malam di sekitarnya berubah menjadi club-club, yang menjadi pemandangan yang tidak baik dlilihat oleh Inaya.

Untuk kamarnya sendiri ya oke lah, ada 1 queen bed & 3 single bed (kamarnya 2 lantai) yang sebenarnya cukup untuk 5 orang, ada dapur & peralatan masaknya, perlengkapan mandi, wifi di kamar, portable wifi, kulkas, mesin cuci, lumayan lengkaplah. Saya emang memilih apartment yang ada perlengkapan masaknya karena nantinya selama disana dominan akan masak sendiri baik untuk saya maupun suami.

Pemilihan apartment ini juga melalui proses yang lama. Sebenarnya awalnya saya sudah reserve apartment di daerah Hongdae yang didapat dari referensi teman yang pernah kesana. Tetapi saat mengecek lagi jalur transit subway dll nya, saya merasa kalau di Hongdae agak jauh dan “kurang di pusat kota” yang dekat ke tujuan di itinerary saya. Hasilnya saya prefer AirBnB dan mendapatkan apartment di daerah Jongno-3ga. Nyesel ga? Hmm sejujurnya sih agak nyesel karena akhirnya yang saya tinggali malah dekat club. Tapi ya buat pembelajaran deh biar lebih teliti lagi next time.

Sesampainya di penginapan, langsung masak nasi (penting. Apalagi ada si bayi yang selalu lapar), beres-beres. Awalnya di itinerary saya menjadwalkan jam 1 sudah harus jalan keluar. Tapi ya realita tidak semulus keinginan. Beresin anak, nyiapin ini itu yang akhirnya molor lor lor sampe jam 3 baru jalan, belum lagi masih adaptasi liat map & jalur transit subway yang rumit. Padahal tadinya mau ngejar liat pergantian penjaga di Gyeongbokgung Palace jam 3 tapi gagal. Sampai di Gyeongbokgung sudah hampir jam 4. Untuk tiket masuknya KRW 5,000/orang. Foto-foto sana sini, Naya sempat rewel juga gamau di stroller, gamau nyusu juga, ternyata dia ngantuk. Pas dia tidur langsung deh mami-papanya bebas. Mau lanjut ke arah National Museum (yang Cuma sebelahan), Bukchon Hanok Village, King Sejong statue tapi uda kesorean akhirnya melipir ke Myeongdong.

image2 (1)

Gyeongbokgung Palace

Di Myeongdong sempat ragu, mau lanjut ke Namsan atau mending shopping aja. Eh ga berapa lama liat petunjuk arah ke Namsan Tower yang melewati Pacific Hotel (persis seperti petunjuk yang saya dapat via blogwalking) dan akhirnya mutusin untuk lanjut mendaki ke Namsan. Gilee ini jalannya benar-benar mendaki terus. Masih jetlag, bawa ransel & stroller lumayan berasa, untungnya Naya lagi tidur jadi aman. Perjuangan belum selesai karena masih harus antri untuk menaiki cable car menuju Namsan Tower. Biayanya KRW 8000/orang return.

image4

Si anak bayi kelaparan, bete diajak foto

Berusaha menenangkan diri kalau saya pasti berani, begitu cable car nya jalan, saya langsung takut melihat bawah, tinggiii banget. Jadi cuma bisa diam aja, sementara suami menggendong Inaya karena stroller harus dilipat. Kita sampai di atas sekitar jam 6 an, langsung menuju Lock of Love alias gembok cinta. Kalau yang lainnya pada foto-foto, kita disana numpang makan karena Inaya uda bete nangis kelaparan. Anti mainstream. Piknik lucu diantara para orang yang berfoto dengan latar gembok cinta. Karena uda semakin malam dan semakin dingin, banyak nyamuk dan asap rokok juga, saya memutuskan untuk tidak lanjut berjalan ke towernya dan kita balik menuju Myeongdong. Tadinya mau mencari emperan untuk makan lagi, tapi uda nanggung malah lanjut shopping. Seru juga sih di Myeongdong shopping street. Rame, banyak jualan, skin care & cosmetic store pada sale..uhuuuyy siapa yang ga bahagia coba. Tapi sayangnya saya bukanlah penggila kosmetik, malah cenderung ga ngerti. Jadi cuma beliin titipan temen dan beberapa oleh-oleh aja, sama jajan lucu. Kalau ga karena mikir lagi bawa anak dan besoknya harus lanjut jalan lagi, mungkin saya masih akan berkeliaran di Myeongdong sampai tengah malam. Akhirnya kita memutuskan kembali ke penginapan diiringi dengan drama kebingungan mencari subway dan transitnya.

Traveling to Korea – Preparation

Setelah urusan per-visa-an selesai, selanjutnya adalah masalah packing. Packing kali ini sedikit lebih complicated daripada saat ke Thailand atau Medan dulu, karena sekarang Inaya sudah makan, adanya perbedaan cuaca, durasi perjalanan yang lama, dll. Bukan cuma packing tentang pakaian, tapi yang paling penting adalah MAKANAN. Okey disana emang pasti banyak makanan, tapi bagaimana dengan kehalalannya? Karena nyari makanan halal di Korea belum sebanyak di Jepang. Yang terbanyak di Itaewon, tapi lumayan jauh dari tempat saya menginap. Belum lagi masalah saya dan suami yang kurang begitu cocok dengan makanan Korea. Beberapa kali mencoba makanan Korea di Indonesia, tetapi lidah kita berdua kurang bersahabat. Saya dan suami saja kurang begitu cocok, bagaimana dengan Naya. Akhirnya karena beribu-ribu problematika tentang makanan yang saya hadapi, saya memutuskan untuk membawa makanan dari Indonesia.

Makanan saya dan suami, saya membawa:

  • Traveling rice cooker yang dibeli H-2 dan baru sampai di rumah H-1 sebelum berangkat (jangan ditiru ya persiapan yang buru-buru ini)
  • Beras (bukannya disana tidak ada beras ya, tetapi ini sekalian untuk mengantisipasi Inaya yang bisa saja tidak cocok dengan nasi Korea)
  • Indomie (sesungguhnya ini penting sekali dan menjadi penyelamat sarapan saya dan suami SETIAP PAGI)
  • Susu UHT (berhubung perjalanan disana akan cukup melelahkan ditambah kami berdua harus mengurus Inaya, susu wajib diminum saat sarapan. Bukannya disana tidak ada susu, tapi ini untuk meminimalisir kesusahan mencari susu khususnya yang halal)
  • Rendang, kering kentang, dan abon (Ini lauk wajib yang kita makan tiap hari disana. Bukannya karena tidak punya duit atau penghematan, tapi karena masih agak sulitnya untuk mencari makanan yang halal. Tapi ini ga tiap hari kok, ada 2 kali kita makan di restoran halal di Nami dan Itaewon)
  • Cemilan (ini penting untuk ganjelan selama di perjalanan)

Makanan Inaya, saya membawa:

  • 12 buah frozen food, yang terdiri dari sup dan soto yang dibekukan dimasukkan ke dalam plastic bag gabag. Emang sih saya akui repot banget bawa ginian saat traveling yang cukup jauh begini, tapi percayalah ini sangat amat membantu. Disana si Naya makan lahaaap banget, kadang lapernya ga mengenal waktu, dan untungnya ada lauk-lauk ini yang membantu meringankan tugas saya, jadi ga perlu masak-masak lagi, tinggal panasin di microwave daaann ready to bring for whole day. Frozen foods ini saya bawa dalam cooler bag dan masuk kabin.
  • Oat dan sari kurma untuk sarapan. Biar Naya ga kaget, selama traveling ini saya membawa menu sarapan yang selalu dia makan yang juga sangat praktis. Bedanya, biasanya ditambahin pisang dan menggunakan kurma asli. Tapi pas traveling menggunakan sari kurma dan tanpa buah.
  • Goodmill. Ini hanya cadangan karena tadinya direkomendasiin sama dsa nya Naya. Tapi Inaya kurang suka.
  • Biskuit-biskuit. Inaya itu orangnya laperan. Kalau uda laper dia bisa ngamuk-ngamuk. Nah untuk mengantisipasi dia ngamuk saat di perjalanan, saya selalu sedia biscuit/puffs atau apapun itu yang bisa bikin Inaya kenyang.
  • Abon. Ini bukan abon orang dewasa, tetapi abon untuk anak yang saya beli dari Pureeland.
  • Roti. Dibawa dari Jakarta untuk cemilan selama perjalanan tapi hanya untuk beberapa hari karena expired date nya tidak lama. Tapi lumayan nampol dan membantu sekali untuk Inaya.

Masalah makanan selesai, selanjutnya adalah pakaian dan perlengkapan lainnya. Karena sudah memasuki musim gugur dan saat mengecek di aplikasi suhunya 14-20’, serta belajar dari pengalaman saat di Madinah yang suhunya 13-15’ (tapi anginnya super kencang dan super dingin), saya mempersiapkan baju hangat yang cukup tebal khususnya untuk Inaya, ya walaupun pada kenyataannya ga kepake karena suhunya masih normal seperti di AC. Malah ada beberapa hari disana yang saya merasa cukup dingin, eh si anak bayi malah keringetan.

Berikut checklist perlengkapan yang saya bawa buat Inaya. Kalau untuk orangtuanya sih standard ya.

Checklist perlengkapan untuk Inaya

 

Itu adalah perlengkapan yang saya bawa untuk sekitar 6 hari. Untuk barang-barangnya Naya sendiri menguras 1 koper besar. Untuk obat-obatan emang sengaja saya bawa semua yang Naya punya karena seminggu sebelumnya Inaya sempat sakit dan agak deg-degan juga mau bawa dia traveling. Selain itu juga mengantisipasi kesulitan mencari dan harga obat yang mahal disana.

Traveling kali ini saya membawa 2 koper besar, 1 koper cabin, 2 ransel, dan stroller. Untuk gendongan dimasukkan ke dalam koper cabin. Semua barang-barang tersebut harus saya & suami bawa berdua, termasuk harus bawa Inaya juga. Secara traveling ini semi backpacker yang kemana-mana menggunakan public transportation dan banyakan jalan, jadi ya lumayan banget rasanya harus membawa segambreng bawaan ditambah jetlag. Jadi bagi yang mau traveling harus dipikirkan juga ya masalah barang bawaan. Jangan sampe kebanyakan barang yang akhirnya bingung bagaimana bawanya.

Panduan Mengisi Aplikasi Visa Korea Selatan

Berkaca pada pengalaman pribadi yang awalnya merasa sedikit kesusahan dalam mengisi form aplikasi visa (yang pada realitanya ternyata tidak serumit itu), kali ini saya akan coba bantu menjabarkan tata cara pengisiannya “ala saya”.

Personal Details
1

Bagian ini merupakan informasi awal tentang kita, seperti nama, jenis kelamin, tanggal lahir, kewarganegaraan, no identitas, dll. Isi sesuai kolomnya masing-masing.

Note:
-Untuk (1.2) tidak perlu diisi.
-National identity diisi dengan No. Passport
-Untuk (1.8) jika kamu pernah ke Korea menggunakan nama lain pilih YES, namun jika tidak pilih NO
-Untuk (1.9) jika kamu mempunyai lebih dari 1 kewarganegaraan pilih YES, namun jika hanya Indonesia pilih NO
-Kolom “For Official Use Only” tidak perlu diisi.
-Jangan lupa menempelkan pas photo pada kolom yang tersedia (dan sisakan 1 (satu) lagi untuk dikumpulkan saat menyerahkan aplikasi. Karena yang dibutuhkan adalah 2 (dua) buah pas photo)

Details of Visa Issuance Confirmation
2

Bagian ini dikosongkan saja jika baru pertama kali ke Korea.

Passport Information
3

Bagian ini berisi informasi mengenai passport kita.

Note:
-Untuk (3.1) Passport type pilih “regular”
-Untuk (3.2), (3.3), (3.4), (3.5), (3.6) diisi dengan nomor, Negara, tempat dikeluarkan, tanggal dikeluarkan, dan tanggal berakhir dari passport tersebut.
-Untuk (3.7) jika kamu mempunyai passport lain yang masih valid, silahkan diisi. Namun jika tidak bisa di skip saja.

Contact Information
4

Isi dengan alamat, no. telepon, dan email kamu sesuai dengan kolomnya masing-masing.

Untuk (4.6) emergency contact information, masukkan nama dan informasi dari orang terdekat kamu yang tidak ikut pergi bersama denganmu yang dapat dihubungi jika (amit-amit) terjadi apa-apa denganmu saat traveling, misal orang tua (ayah/ibu), kakak, dll.

Marital Status Details
5

Pada bagian ini, pilih status pernikahan kamu (married, divorced, never married). Jika kamu sudah menikah, lengkapi informasi mengenai suami/istri pada kolom (5.2).

Education
6

Bagian ini diisi dengan status pendidikan terakhir (SMA, kuliah, S1, S2, S3, dan es es yang lain). Untuk anak kecil seperti kasus saya, dapat memilih “Others” dan jangan lupa dilengkapi detail di bawahnya, misal, sill baby, etc.

Untuk (6.2) jangan lupa diisikan dengan detail nama sekolah/kampus dan lokasinya.

Employment
7

Pilih pekerjaan yang sesuai dengan kamu. Untuk anak kecil seperti kasus saya, dapat memilih “Others” dan jangan lupa dilengkapi detail di bawahnya, misal still baby, etc.

Jika kamu memilih salah satu dari pilihan employment tersebut (kecuali “others), jangan lupa lengkapi poin (7.2) dengan detail informasi mengenai kampus/kantor/bisnis kamu.

Details of Sponsor
8

Untuk bagian ini hanya diisi jika disponsori untuk pergi ke Korea, seperti dari kantor/perusahaan, institusi, dll. Jika kita bepergian sendiri, silahkan pilih “NO” dan untuk isian yang lainnya bisa di skip saja.

Details of Visit
9a

Pilih tujuan kamu mengunjungi Korea. Kalau saya karena ingin berlibur memilih “Tourism/transit”.

Jangan lupa isi berapa lama kamu akan stay di Korea, dan tanggal perkiraan tiba di Korea. Sebagai contoh:
Di tiket saya tertera 20 September untuk keberangkatan dari Jakarta, tiba tanggal 21 September di Incheon dan kembali ke Jakarta lagi tanggal 26 September. Maka pada poin (9.2) saya isi dengan :21-26 September 2017 (6 days); dan pada poin (9.3) saya memasukkan 21 September 2017.

Untuk (9.4) dan (9.5) diisi dengan alamat dimana kamu akan tinggal saat di Korea. Kalau saya memasukkan alamat apartment yang saya pesan via AirBnB. Karena alamat dari AirBnB tertulis dalam Hangeul, saya minta ke hostnya untuk menerjemahkan ke dalam bahasa Inggris untuk keperluan pengurusan visa. Jangan lupa memasukkan no. telepon host di Korea.

Untuk (9.6), jika sudah pernah ke Korea sebelumnya, pilih YES dan isi sudah berapa kali dengan tujuan apa. Namun jika ini merupakan kunjungan pertama, pilih NO.

Untuk (9.7), jika sudah pernah ke Negara-negara lain selain Korea, isi kolom bagian ini. Namun jika ini merupakan perjalanan perdana ke luar negeri di kosongkan saja.

Untuk (9.8), Jika kamu pergi ke Korea beserta keluarga, jangan lupa diisi bagian ini. Namun jika kamu pergi bersama teman, dikosongkan saja. Pada kasus saya, saya memasukkan nama suami dan anak karena kami pergi bertiga.

Funding Details
10

Bagian ini wajib diisi karena ini merupakan salah satu concern petugas kedutaan saat melihat aplikasi kita. Dari bagian ingin dapat dilihat perkiraan pengeluaran per hari nya dan total biaya yang akan kita habiskan selama traveling di Korea. Berdasarkan estimasi perhitungan dari itinerary yang saya buat, dari hasil diskusi dengan teman yang sudah pernah kesana, dan dari blogwalking, perkiraan biaya yang dihabiskan per harinya selama traveling di Korea sekitar IDR 1,000,000 atau  sekitar USD 100. Estimasi ini exclude tiket pesawat dan penginapan.
Jadi untuk (10.1) langsung diisini perkiraan total biaya selama traveling di Korea. Misal kita traveling selama 6 (enam) hari, maka isi dengan USD 600.

Untuk (10.2) dapat diisi dengan siapa yang akan menanggung biaya pada (10.1). Jika kamu pergi dengan biaya sendiri, maka isilah dengan nama kamu (berdasarkan pengalaman, untuk “relationship to you” saya isi dengan “myself”; “type of support” saya isi dengan “traveling cost”; “contact no” saya isi dengan “nomor HP sendiri”). Namun jika kamu pergi ditanggung oleh orang tua atau sponsor lainnya, isilah dengan informasi mengenai orang terkait. Kalau kasus anak saya, bagian ini diisi dengan informasi mengenai salah satu orangtuanya saja (walaupun pada kenyataannya saya dan suami yang menanggung biayanya).

Assistance with This Form
11

Jika kamu mengisi sendiri form aplikasi ini tanpa bantuan orang lain, pilih NO. Namun jika orang lain yang mengisi form ini, seperti jika kamu diwakilkan oleh orang lain saat apply aplikasi visa, isilah nama orang tersebut.
Kalau kasus saya, untuk form aplikasi saya sendiri saya pilih NO. Tapi untuk form aplikasi suami dan anak saya, saya isikan dengan nama saya.

Declaration
12

Jika semua bagian sudah diisi dengan sebenarnya dan kamu sudah yakin dengan semua data yang diisi, jangan lupa isi tanggal dan tandatangan di halaman paling belakang ini yang menyatakan persetujuan kamu.

Perlu diingat. Tata cara “ala saya” di atas adalah pengalaman pribadi saya saat mengisi formulir aplikasi yang (Alhamdulillah) di approved oleh pihak Kedubes Korea. Jadi tidak harus plek-plekan mengikuti apa yang saya lakukan karena case tiap orang berbeda-beda. Ini hanya sekedar saran untuk membantu kamu yang agak kesulitan dalam mengisi form aplikasi visa.

Selamat mencoba, semoga visa kamu di approve. Good luck 😉

Apply Visa Korea Selatan, Approved or Rejected (?)

Setelah hampir 1 tahun memesan tiket dan sekitar semingguan menunggu H2C untuk pengurusan visa, akhirnya si visa itu “approved” juga. Legaaa banget rasanya. Maklum saja, this is my first experience applying visa (for me, hubby, and baby) by myself, without any assistance. Belum lagi saat blogwalking dan dari pengalaman teman ada yang di “reject”, aahh rasanya makin campur aduk. Apply visa berasa seperti bikin thesis (lebay). But yup sebagai orang yang selalu terencana, saya mempersiapkannya dari beberapa bulan sebelumnya.

 Sebenarnya persyaratannya cukup umum bisa dilihat disini dan formulirnya bisa didownload

Kalau saya melampirkan :

  1. Passpor – asli dan copy (copy halaman data diri dan semua halaman yang sudah terisi cap Negara yang pernah dikunjungi).
  2. Form aplikasi visa – asliBisa didownload disini. Disertai dengan 2 buah pas foto ukuran 3,5 x 4,5 dengan background putih
  3. ID Card / KTP – copy
  4. Kartu Keluarga – copy
  5. Buku Nikah – copyKarena saya membawa bayi, pada aplikasinya saya melampirkan buku nikah saya & suami.
  6.  Akta Kelahiran – copy
  7. Butki reservasi tiket – copyKebetulan dapat promo di GATF tahun lalu 😀
  8. Itinerary – copy
  9. Bukti reservasi penginapan – copy
    Saya melampirkan bukti pemesanan dari AirBnB
  10. Travel Insurance – copy
    Sebenarnya pada persyaratan di website tidak diwajibkan. Hanya saja saat sharing dengan teman yang sudah pernah apply visa korea, she suggested to put travel insurance. Tidak wajib sih, hanya sebagai supporting saja untuk membuktikan bahwa kita cukup well prepared untuk travelling. Harganya juga tidak mahal dan banyak pilihan disini.
  11. Reference Letter dari Perusahaan tempat bekerja – asli
    Format bebas menggunakan Kop Perusahaan, dibuat dalam Bahasa Inggris, ditandatangani oleh yang berwenang (kalau saya oleh HRD) dan dicap perusahaan.
  12. SIUP/SIUJK & Kartu nama/ID Card – copy
    Tidak wajib, tapi saya melampirkan sebagai pendukung dari Reference Letter
  13. NPWP dan Jamsostek – copy
  14. SPT PPh-21 – copy
  15. Bank Reference (asli) dan Rekening Koran 3 bulan terakhir (copy)
    Saya sempat datang ke Bank Mandiri Kokas hari Sabtu untuk request Bank reference dan rekening Koran, untuk Bank Reference tidak bisa diproses saat weekend, hanya bisa saat hari kerja. Proses request Bank Reference ini paling lama 2 hari kerja dengan biaya IDR 100,000. Tapi untuk print rekening Koran bisa dilakukan saat weekend dengan biaya IDR 2,500/lembar.
  16. Supporting Documents untuk bayi – asli & copy
    Pada bagian aplikasi si bayi, saya tambahkan beberapa dokumen pendukung seperti :
    *Surat Izin Orang Tua, dibuat dalam Bahasa Inggris, format bebas, ditandatangani kedua orang tua & menggunakan materai.
    *Copy Reference Letter dari Perusahaan kedua orang tua*Copy Bank Reference dan Rekening Koran Kedua Orang Tua

Semua persyaratan tersebut harus dilengkapi dan disusun per applicant (dalam kasus saya, saya membuat 3 (tiga rangkap) untuk saya sendiri, suami, dan anak).

Setelah semua lengkap, tanggal 10 Agustus 2017 (Kamis) pagi jam 07.30 saya sudah standby di Embassy Korea Selatan yang tepat berada di sebelah RS. Medistra. Pagi itu baru ada beberapa orang yang menunggu, diantaranya dari travel agent. Tidak lama setelah menunggu di luar, kami dipersilahkan masuk untuk menunggu di dalam. Jangan lupa persiapkan KTP/identitas lainnya sebelum melewati X-ray.

IMG_0489

View menghadap ke Gatsu dari tempat menunggu sebelum Gate dibuka

IMG_0547

Menuju gedung pengurusan visa

Loket buka sekitar jam 08.30 an. Saya datang kecepetan dan masih harus menunggu lumayan lama. Tapi hikmahnya saya bisa mendapatkan no antrian 2 dan bisa ngobrol dengan applicant lainnya, mendengarkan sharing pengalaman mereka saat berlibur ke Korea.

IMG_0490

Loket pengurusan visa

IMG_0491

Saat itu saya mendapat no antrian 2 😀

Antrian untuk perorangan dan travel agent dipisah. Jadi jangan khawatir karena kita tidak perlu “bersaing” dengan travel agent yang dokumennya berjibun :p
Sebelum dipanggil ke loket jangan lupa persiapkan semua dokumen yang dibutuhkan, dengan “form aplikasi & pas photo” di lembar paling depan. Petugas akan mengecek kelengkapan dokumen dan jika sudah lengkap bisa langsung membayar secara cash. Biaya pengurusan visa untuk single entry sebesar IDR 544,000/orang. Untuk pengurusan visa dapat diwakilkan. Saat itu saya langsung submit visa untuk suami dan anak, sehingga total pembayaran visa sebesar IDR 1,632,000. Setelah pembayaran, petugas akan memberikan bukti pembayaran sekaligus tanggal perkiraan pengambilan visa dan juga website untuk mengecek status aplikasi kita (disini). Proses submit aplikasi ini kurang lebih 5-10 menit, jika dokumen dianggap sudah lengkap.

Jika dokumen dianggap masih kurang lengkap, pihak Kedubes akan menghubungi kita untuk melengkapi kekurangannya. Tapi dalam kasus saya alhamdulillah semua dokumen lengkap tanpa perlu menyusulkan dokumen lainnya.

Berikut lokasi dan jam operasional Kedubes Korea Selatan:
map

  • Penerimaan Aplikasi Visa : Setiap Hari Senin ~ Hari Jumat (09:00~11:30)
  • Pemberian Visa : Setiap Hari Senin ~ Hari Jumat (13:30 ~ 17:00)
  • Kecuali Libur Resmi Indonesia 2016 dan 4 Besar Libur Resmi Republik Korea

Aplikasi saya diperkirakan selesai tanggal 22 Agustus 2017 (6 hari kerja, dipotong libur kemerdekaan Korsel & Indonesia).
Saat itu rasanya deg-degan sekali. Perasaan tidak menentu, perut mules, mau kerja juga ga konsen, campur aduk. Akhirnya jam 09.30an saya beranikan diri mengecek status aplikasi. Pertama punya suami saya, dan hasilnyaa…..APPROVED!!! Sempat ga yakin sampe saya print screen dan kirim ke suami hahaha. Selanjutnya saya cek punya anak yang hasilnya juga Approved. Terakhir tinggal punya saya. Semakin deg-degan karena pernah baca blog yang mereka pergi sekeluarga tapi saat pengurusan visa hanya beberapa saja yang diapprove sisanya reject. Jeng jenggg… Okey Bismillah saya cek punya saya dan alhamdulillah Approved. Ya Allah rasanya seneng banget. Asli deh. Mungkin terkesan lebay, tapi emang inilah yang terjadi saat orang-orang yang apply visa Korsel dan diapproved. Karena konon katanya apply visa Korsel lebih complicated daripada visa Jepang.

Okey ga buang-buang waktu, after lunch saya langsung nyolong waktu bentar untuk mengambil passport di Kedubes Korsel. Tempatnya masih sama di gedung pengurusan visa. Kita tinggal menyerahkan bukti pembayaran/tanda terima yang asli ke tempat yang tersedia dan tinggal menunggu nama kita dipanggil. Jangan lupa mengecek passport & visa sebelum keluar dari gedung tersebut, just in case ada kesalahan kita masih bisa complaint.

Visa is ready. Welcome to South Korea!

 

Selanjutnya saya akan sedikit menjabarkan cara pengisian “Form Aplikasi Visa Korea”. Stay tuned 😉

 

Hunting Pediatrician Part 2

Sama seperti hunting obgyn terdahulu, hunting pediatrician juga susah-susah gampang, cocok-cocokan sih ya. Pada postingan hampir setahun yang lalu, saya sudah mereview tentang hal yang sama, tetapi ternyata perburuan dsa yang tepat masih berjalan. Selama hampir 16 bulan ini Inaya sudah berkali-kali gonta ganti pediatrician. Berikut lanjutan reviewnya:

  1. Dr. Eva Devita Sari

Sekitar usia 5 bulan saat mau vaksin PCV, ntah kenapa saya ingin mencoba dokter lain karena mulai merasa agak kurang cocok dengan dokter Darlan. Secara beratnya Naya jadi kurang dan masuk batas bawah karena saran dr. Darlan kalau minumnya harus dijadwal. Kebetulan saat itu ada dokter lain selain dr. Darlan yang sedang praktek di YPK. Akhirnya saya mencoba ke dr. Eva (setelah melalui browsing sana sini untuk melihat review tentang dr. Eva). Dokternya oke, baik, analisanya juga tidak membuat panik orang tua seperti saya dengan kondisi anak seperti Inaya.

For info, pada saat itu Inaya beratnya sangat kurang, berada di batas bawah, bahkan dokter di puskesmas menjudgje dengan kurang gizi. Jadilah saya panik sekali bagaimana caranya agar Inaya bisa mengejar segala ketertinggalan bb ini. Sudah diminumin sesring mungkin tapi tetap naiknya sedikit. Saya disuru makan yang bergizi biar Inaya juga bergizi. Sakit dan sedih sekali rasanya. Seakan-akan itu semua salah saya yang membuat anak saya jadi “kurang gizi”, padahal mungkin emang anaknya ga bakat gemuk juga. Sering sekali orangtua saya membanding-bandingkan Naya dengan bayi-bayi lain yang seusianya atau bahkan lebih muda dengan bobot yang aduhai gemuk sana sini gemesin. Terkadang saya pun tidak berani nimbrung di support grup yang saya ikuti karena berat bayinya pada di atas rata-rata yang membuat saya jiper. Saya cuma bisa sedih dan curhat ke suami bagaimana cara agar bisa keluar dari masalah per-bb-an ini.

Balik ke dokter Eva. Pada saat pertama kali kontrol, beliau menenangkan bahwa “dengan berbeda timbangan otomatis berat yang dilihat juga berbeda, jadi tidak perlu khawatir. Inaya masih di batas aman. Nanti bisa dikejar pada saat MPASI”. Lumayan lega rasanya. Tapi selain masalah per bb-an, pada saat itu Inaya juga belum bisa tengkurap-balik sendiri dan duduk. These were another nightmare, for sure. Tapi lagi-lagi dr. Eva menenangkan bahwa “masih wajar kalau Inaya belum bisa melakukannya karena perkembangan setiap anak itu berbeda, asal sering dilatih InsyaAllah akan bisa”.

Kontrol saat vaksin berikutnya, langsung didampingi sama atok-atoknya. Tapi baguslah biar atoknya juga dengar penjelasan dokter. Inaya hanya sekitar 4 kali kontrol dengan dr. Eva, karena mami nya mulai hunting dokter lain, siapa tau bisa nemu yang lebih cocok.

  1. Dr. Aditya Suryansyah

Dapat referensi dsa lain dari temen yang katanya oke, liat youtube nya juga wow banget sampe anak bisa nurut gitu sama dia. Suami pun langsung jatuh cinta sama dokter ini. Akhirnya sengaja cuti untuk nyobain kontrol ke dr. Adit. (karena praktek di Harkit nya hanya hari kerja). Tapi sayangnya pas kontrol, ntah karena jadwalnya barengan sama jam tidur siangnya Naya atau kebetulan pas Naya lagi rewel, jadinya kurang bersahabat. Naya nangis hampir sepanjang kontrol. Video-video yang saya lihat di youtube kalau anak yang kontrol sama dr.Adit ini langsung nurut, tidak berlaku bagi Inaya. Tapi untungnya pas akhir-akhir dia mau sedikit mengikuti instruksi dr. Adit.

Inaya control ke dr. Adit hanya sekali karena jadwal prakteknya yang mostly weekdays sehingga tidak sesuai dengan jadwal saya dan suami, dan saya merasa masih kurang sreg dengan dr. Adit. Bukan berarti he’s not a good doctor ya. Dia cukup bagus dan intim dengan anak, tetapi saya nya saja yang masih merasa kurang cocok untuk menangani Inaya, ya mungkin karena saya banyak maunya dan cukup perfeksionis dalam menentukan kriteria dokter yang saya inginkan.

  1. Dr. Keumala Pringgardini

Sekitar usia 9 bulan tiba-tiba Inaya demam sudah berhari-hari dan lumayan tinggi. Akhirnya sepulang kerja saya dan suami langsung membawa Inaya ke dokter. Tapi dr. Eva di YPK hanya praktek sampai jam 7 malam, sementara kalau mengejar ke YPK tidak akan keburu. Akhirnya saya mutusin untuk dibawa ke RS terdekat saja, which is RS. Asri Duren Tiga. Again, sebelum memutuskan kesana saya browsing dulu untuk pediatrician yang reviewnya lumayan. Dan saya memutuskan untuk mencoba dr. Keumala dan kebetulan hanya beliau yang praktek sampai jam 9 malam.

Setelah menunggu hampir 2 jam dengan keadaan Inaya yang lagi sakit, akhirnya ketemu juga dengan dr. Keumala. Tetapi saya langsung kurang sreg saat beliau mulai memeriksa dan mendiagnosa sakitnya Inaya. Dengan gejala yang dialami Inaya, belaiu mendiagnosa kalau Inaya terkena ISK (Infeksi Saluran Kemih). Tapi hati kecil saya mengatakan tidak. Saya terus menanyakan kenapa ISK, apakah gejalanya emang diawali dengan demam, dll. Oke karena sudah terlanjur bete, saya iya kan saja semua yang dia bilang walaupun sebenarnya saya menentang dan tidak percaya. Dan obat yang diresepkan pun tidak saya minumkan karena ada antibiotiknya dan saya tidak mau sembarangan memerikan obat untuk Inaya. Dan cukup tau saja dokter ini, next time I will never come to her again.

  1. Dr. Hartati

Karena demamnya Inaya masih belum turun meskipun sudah minum paracetamol dan dibawa ke dr. Keumala dan malah muncul bercak merah, saya dan suami kembali membawa Inaya ke dokter. Dapat referensi dari teman tentang dr. Hartati ex pediatrician di Harkit yang praktek di Tebet, saya mencoba membawanya kesana. Tempat prakteknya sangat biasa dan malah saya baru tau kalau disitu ada praktek dokter, selama ini ga ngeh. Dari segi penampilan juga dokternya hanya menggunakan daster didampingi oleh anaknya (sepertinya). Sangat jauh dari bayangan saya tentang dokter jaman sekarang. Walaupun penampilannya seperti itu, tapi diagnosanya tidak meleset, mungkin karena beliau sudah cukup berpengalaman. Beliau mendiagnosa Inaya terkena campak yang dibuktikan dengan timbulnya bercak merah di badannya. Saya juga sempat bertanya “apa benar campak dan bukan roseola?”, dan beliau juga menjelaskan dengan jelas perbedaan campak dan roseola. Lalu saya juga menanyakan mengenai analisa dokter sebelumnya mengenai ISK dan beliau tidak mengiyakan (see? Bener kan feeling saya).

Selang seminggu, campaknya sudah sembuh tetapi radangnya masih. Sehingga saya datang lagi ke dr. Hartati untuk mengobati Inaya. Inaya berobat ke dr. Hartati hanya 2 kali saja, karena saya merasa untuk kontrol dan vaksin selanjutnya butuh di RS yang didukung dengan perlengkapan yang lebih baik.

  1. Dr. Cut Badriah

Berdasarkan saran dari dr. Hartati bahwa Inaya sebaiknya divaksin campak (karena sebelumnya belum sempat) selang 4-8 minggu setelah benar-benar sembuh. Sebelum terlambat, saya membawa Inaya untuk vaksin. Seperti biasa, ingin mencari pediatrician yang lebih baik, saya browsing dan melihat review-review para ibu. Munculah satu nama, dr. Cut Badriah. Karena reviewnya cukup bagus, saya membawa Inaya ke RS SS Medika Salemba dengan reservasi terlebih dahulu. Kesan pertama saat bertemu, she’s very friendly doctor and wanna try to interact with Inaya. Karena ga semua dokter “bersedia” berinteraksi dengan anak saat pertama bertemu. Selain itu beliau juga detail memeriksa mulai dari hidung, mulut, telinga, bahkan diapers nya pun di cek. Dia juga cukup concern melihat pertumbuhan BB-TB-lingkar kepala Inaya. Dan yang paling melegakan, beliau memberitahu bahwa untuk melihat perkembangan ideal (esp. bayi ASI) bisa dilihat melalui table WHO, bukan table KMS yang selama ini menjadi panduan para dokter lain, karena hasilnya akan berbeda. Pas dicek ke table WHO, Alhamdulillah Inaya berada di garis hijau. Mami senaang sekali. Dokter seperti ini yang selama ini saya cari.

Dr. Cut juga sangat berdedikasi dengan profesinya. Saya bisa berkata begini karena saya mengalaminya sendiri. Beliau tanpa diminta berinisiatif untuk memberikan no HP nya just in case saya butuh untuk berkonsultasi. In other occasion ketika saya mau kontrol lagi, seperti biasa saya menanyakan jadwal beliau yang available. Saat hari H ternyata vaksin yang dibutuhkan sedang tidak tersedia di SS Medika. Kemudian beliau membawa kami ke SamMarie dan benar-benar full service padahal itu adalah hari Minggu tapi beliau bersedia “diganggu” hanya untuk memvaksin Inaya, bahkan saat itu beliau memberikan mainan buat Inaya, simple thing but meaningful. Pernah juga saat merencanakan untuk vaksin, saya selalu menanyakan available schedule nya. Kemudian beliau yang mengarrange semuanya (termasuk menghubungi RS untuk menyiapkan vaksin, dll) dan hari H, Minggu pagi, beliau datang beserta anak-anak dan suaminya hanya untuk memvaksin Inaya. Beliau sangat berdedikasi terhadap pekerjaannya.

Sampai saat ini, I still choose her as a pediatrician for Inaya and I really recommend her. Semoga hunting pediatrician ini benar-benar berhenti di dr. Cut, aamiin.

Semoga review pediatrician ini bisa bermanfaat untuk para mommies yang sedang galau hunting pediatrician 🙂

Journey to the Holy Land (4)

On the D-day, paginya Inaya masih sulit lepas dari mami-papa nya. Sarapan yang biasanya cepat habisnya ini malah ogah-ogahan karena disuapin eyangnya. Makan siang pun begitu. Di mobil saya sampai cape nyuapin makan siangnya yang ga selesai-selesai.

Akhirnya sampai di Swissbell Hotel Airport, Inaya dan eyangnya sengaja ikut turun agar saya bisa menghabiskan waktu dengan dia sebelum kami berpisah sementara selama beberapa hari ke depan. Dan Alhamdulillah banget, benar-benar kuasa Allah, si Naya yang tadinya rewel malah terlihat happy dan makannya habis disuapin eyangnya. Sebelum Naya pulang pun, saat saya susuin, dia juga terlihat happy sekali. Dan saya pun memutuskan untuk “ga memikirkan Inaya dulu dan focus sama perjalanan umroh ini dengan mencoba happy terus”. It works lho, seriously. Saat suami ngecek keadaan Naya setelah sampai rumah pun, dia aman, tentram dan damai. Malah malam dia sempat bangun, dikirain eyangnya bakal nangis & begadang, eh ternyata malah ngajak main dong.

Okey, back to my journey. Setelah Naya pulang, saya & suami diberikan pengarahan dulu sebelum diantar ke airport bersama rombongan lainnya. Sesampainya di airport, setelah sholat Magrib langsung menuju boarding room, pesawatnya dijadwalkan jam 21.00 tujuan Istanbul, Turki.

image1
Saat boarding si Soetta

Pas ngobrol dengan jamaah lainnya, saya merasa bahwa saya dan suami sangat sangat dan sangat beruntung dan Alhamdulillah diberi kemudahan oleh Allah. Jadi ternyata dari hampir 200 orang yang melunasi untuk berangkat Desember’16 / Januari’17, baru 45 orang yang medapatkan jadwal, which is US. Dan itupun saya & suami menggantikan 2 orang sebelumnya yang berhalangan. Selain itu, saat pasangan-pasangan lain duduknya terpencar, Alhamdulillah saya & suami selalu mendapatkan seat yang bersebelahan baik CGK-IST maupun IST-MED.

image2

Di pesawat menuju Madinah

Tapi seperti biasa, dibalik kemudahan pasti ada cobaan. Jadi terakhir nyusui Inaya itu jam 2 kurang (siang hari). Nah dari saat itu sampai setengah perjalanan di pesawat (+/- 15 jam ga dipompa), sorry to say, PD rasanyaaa kayak mau pecah (para busui pasti ngerti banget rasanya gimana). Dibawa tidur gabisa, nonton gabisa, mau pumping tapi bingung gimana & ntar dibuang kemana. Ada kali setengah jam-an saya muter otak gimana caranya. Akhirnya saya bagunin suami yang lagi bobo nyenyak untuk ngambil breastpump. Untungnya perjalanan malam orang-orang sedang tidur kecapean & saya duduk dekat area sayap yang agak berisik, jadi saat pumping ga terlalu kedengeran. Sebenarnya agak risih pumping seperti ini, karena di sebelah suami saya ada bapak-bapak lainnya (seat 3-4-3), tapi untungnya saya duduk di sisi jendela. Bermodalkan apron saya memulai “perjuangan”. Karena saya membawa botol yang kecil & tidak cukup menampung asip, terpaksa dibuang dulu, untungnya banyak plastik sebagai wadah. Setelah berasa kosong, semuanya dibuang di toilet. Bener-bener ya perjuangan busui. Kapanpun dimanapun harus pumping.

Btw untuk ke Istanbul ini saya menggunakan Turkish Airlines. Interiornya lucu warna warni, pramugari/ra nya cantik & ganteng, hidungnya mancung hehe, tapiii mereka ga ramah menurut saya. Sayangnya saya ga sempat foto dalam pesawatnya. Perjalanan CGK-IST memakan waktu +/- 11 jam, sementara IST-MED +/- 3,5 jam. Jadi total saya di pesawat 14,5 jam. Untuk fasilitas on board nya menurut saya sama seperti long haul flight lainnya, ada entertainment, selimut (karena perjalanan panjang), bantal, meal. Oiya ada tambahannya yaitu small bag yang isinya headset, sandal (yang seperti sandal hotel), lipbalm, sikat + pasta gigi. Untuk makannya sendiri dapat 2-3x saya lupa. Ini untuk perjalanan dari CGK-IST. Sementara dari IST-MED karena perjalanannya lebih singkat, fasilitasnya tidak selengkap yang long haul. Yang didapat hanya entertainment, meal 1x kalo ga salah, small bag yang isinya sajadah tipis, alat zikir elektronik, tas tempat sandal, lipbalm. Awalnya saya bingung, kenapa dikasi beginian sih. Eeehh ternyata manfaatnya banyak banget untuk digunakan saat di Mesjid Nabawi maupun Masjidil Haram. TOP deh.

Nah untuk makanannya, menunya lebih ke Eropa (lagi-lagi ga sempat difoto karena keburu habis) dan saya perhatikan tidak semua jamaah cocok dengan menunya karena banyak yang ga dimakan. Kalo saya? Hmm jangan ditanya…tentu habis dan licin semua, maklumlah busui yang bawaannya laper terus.

Setelah menempuh perjalanan +/- 11 jam, akhirnya sampai di Istanbul jam setengah 5 an dengan suhu 5 derajat dan diiringi hujan salju kecil. Rasanyaaaa….brrrrr dingin banget. Uda pake baju berlapis-lapis, jaket, sarung tangan, masker, tapi tetep aja dinginnya nusuk. Setelah itu transfer pesawat dan menunggu next flight ke Madinah. Lumayan di Ataturk ada free wifi untuk 2 jam pertama 😉 Setelah itu langsung melanjutkan perjalanan ke Madinah.

image3

Saat landing di Turkey