Berburu Obgyn (lagi) ???

Di pengalaman hamil kedua ini saya pengen coba ganti obgyn. Yaa, pengen ngerasain lagi melanglangbuana mencari siapa tau ada alternatif obgyn lain yang cocok, karena kalo harus ke dr. Sadina ga kuat banget antriannya (pada saat itu mikirnya sih gini ya). Dan ini dia beberapa obgyn yang saya coba:

  1. Dr. Hari P. Rahardjo

Sebenarnya dokter Hari ini orangnya enak banget. Saya sudah 2 kali ke beliau. Pertama saat kontrol IUD di KMC. Yang kedua saat konsultasi untuk promil di Lahirditembuni. Orangnya enak, penjelasan mudah dimengerti, cukup komunikatif, dan yang paling penting ga bikin suasana saat konsul itu terasa mencekam krik krik gitu. Sebenarnya pengen lanjut konsul dengan beliau lagi saat mendapati hasil TP +, tapi karena biasanya kalau awal-awal hamil USG transvaginal dan saya kurang nyaman dengan obgyn cowo, akhirnya memutuskan mencari obgyn lainnya yang tentu saja cewe.

  • Dr. Afifah Khairani

Begitu TP + dan memutuskan untuk memastikan kehamilan dengan konsul ke dokter, saya memilih untuk melakukannya di Lahirditembuni karena pada saat itu covid sedang tinggi-tingginya dan pengalaman sebagai survival covid juga membuat saya sedikit takut kalau harus ke RS. Karena dr. Afifah ini the only female obgyn di Lahirditembuni, akhirnya nyoba konsul ke beliau. Saat itu dapat antrian no 1 dan dijadwalkan jam 08.00. Tapi karena satu dan lain hal dokternya baru datang jam 09.30an. Pas masuk ruangan kayak diburu-buru gitu, dan kurang komunikatif ya menurut saya. Hanya menjawab seperlunya aja apa yang saya tanyakan. Setelah itu juga langsung pergi lagi (mungkin lagi ada lahiran di RS lain gatau deh, Cuma jadi minus banget di mata saya & suami). Jadi untuk konsul selanjutnya saya berlahir ke RS lain.

  • Dr. Febriansyah Darus

Karena RS terdekat dari rumah dan baru buka adalah Brawijaya Saharjo, jadi saya mencoba untuk “berkelana” disini. Awalnya mau ke dr. Nisa (obgyn yang juga cukup hits di socmed plus perempuan juga kan), tapi karena saat kontrol awal dengan dr. Afifah sempat didiagnosa kantung kehamilan tidak bulat (menurut beliau seharusnya bulat), daripada kenapa-kenapa akhirnya memutuskan untuk ke dr. Febri yang juga fetomaternal. Karena menurut saya dan suami (berdasarkan pengalaman kehamilan pertama, fetomaternal meriksanya lebih teliti). Dan alhamdulillah janin aman, sehat, dan tidak kenapa2 juga. Sebenarnya dengan dr. Febri ini enak juga sih, tapi saya merasa agak kikuk ya, mungkin karena beliau juga laki-laki dan ntah kenapa merasa kurang dapat feelnya aja. Sempat berencana mau melahirkan di Brawijaya Saharjo aja deh karena dekat, tapi karena feel di dokternya kurang dapat, akhirnya mencari yang lain lagi.

  • Dr. Sadina P. Besar

Daaaannn akhirnya setelah petualangan panjang sana sini, saya kembali lagi ke beliau. The best obgyn sih menurut saya. Yaa walaupun perjuangannya panjang banget ya. Jadi dari beberapa hari dr. Sadina praktek, saya & suami cuma bisa kontrol saat weekend (Sabtu). Dan untuk mendapatkan nomor antrian, diulang ya…nomor antrian doang…kami harus pergi setelah subuh. Kenapa? Karena pasiennya beliau dibatasi hanya berapa antrian saja (kurang tau pastinya), dan berdasarkan pengalaman yang lalu, kalau dapat nomor belasan aja deh, itu bisa masuknya siang, males banget kan kalo harus pulang terus balik lagi. Jadi mending sekalian aja deh pas pagi-pagi. Dan dari abis subuh itu uda ada beberapa orang juga lho yang melakukan hal yang sama yaitu ambil nomor antrian, sementara loket pendaftarannya baru buka jam 07.00. Mantap kaann. Tapi itu semua terbayarkan dengan “hasil konsultasi” dengan dokternya. Menurut saya beliau itu ramah, modis & gaul, update tentang info kehamilan terkini, gaada ngelarang ini itu yang aneh-aneh, semua jawaban dari pertanyaan saya selalu diiringi dengan ilmu/teori/alasan yang jelas, dan saat USG juga teliti banget dan mau menjawab semua pertanyaan-pertanyaan saya. Kalau diperhatikan pasien-pasiennya beliau itu per konsul ada minimal 30 menit di dalam ruangan. Pokoknya enak ga diburu-buru deh. So far saya dan suami uda menetapkan untuk tetap di beliau dan lahiran kembali di Harkit, sama seperti anak pertama kami.

Disini saya mau mengingatkan aja, obgyn itu cocok-cocokan ya. Bisa aja di saya ga cocok (karena satu dan lain hal) tapi di ibu yang lain cocok. Jadi jangan hanya berdasarkan opini/review aja, tapi dicoba juga untuk bisa merasakan realnya seperti apa.

Buat ibu hamil lainnya yang sedang “berburu” obgyn, selamat mencari dan enjoy the process yaa….  🙂

Pregnancy: 36 Weeks

Saat terakhir kontrol, obgyn saya sudah menginfokan bahwa mulai dari bulan ke 8 durasi kontrol menjadi 2 kali seminggu. Tapi berhubung jadwal weekend terlalu padat, saya baru sempat kontrol lagi 4 minggu kemudian alias sama seperti sebelumnya which is sebulan sekali.

So, what happen within this week?

Seperti biasa, sabtu pagi2 sekali saya dan suami harus segera ke RS untuk registrasi, karena kalau siangan dikit antriannya bakal tambah banyak dan terkadang obgynnya membatasi no antrian. Setelah registrasi dilanjutkan dengan tensi dan timbang. So far alhamdulillah tensi masih normal dan berat badan dari sejak sebelum hamil sampai sekarang cuma nambah 8,5kg (hihiiyy)

Biasanya setelah timbang dan tensi, saya langsung balik ke rumah. Tapi karena sudah memasuki “rentan waktu siaga lahiran”, saya dan suami kembali mendatangi CS Harkit untuk menanyakan berbagai hal yang berhubungan dengan proses lahiran. Salah satunya meminta update price list untuk proses persalinan.

IMG_0072

Estimasi Price List Persalinan RSAB Harapan Kita

Selain meminta price list, kami juga menanyakan prosedur persalinan (mulai dari jika terjadi tanda2 persalinan harus kemana, selanjutnya bagaimana, apa saja yang diprovide dan tidak oleh RS, sampai ke prosedur pembayaran, dll). Saya sengaja menanyakan hal2 ini karena ini cukup penting bagi yang belum berpengalaman seperti saya, sekaligus sebagai bahan untuk membuat birth plan agar dapat segera diberikan ke pihak RS sebelum lahiran. Dipostingan berikutnya saya akan menjelaskan tentang birth plan.

Setelah itu, sekitar jam 2an saya kembali ke RS untuk jadwal kontrol dengan dr. Sadina. Ga tahan rasanya pengen ngeliat dedek. Berubung sudah 9 bu;an, maka dokter melakukan periksa dalam untuk mengetahui posisi kepala bayi, selain itu juga sempat usg 4D untuk melihat wajah dedek. Saya juga menggunakan kesempatan ini untuk menanyakan berbagai hal ke dr. Sadina.

Oiya berikut rangkuman perkembangan dedek sampai #36wekks3days (maaf gaada fotonya, setiap kontrol kami selalu merekam hasil usg dan adanya di hp suami)

  • usia : 36 weeks + 3 days
  • HPL : middle Feb 2016 (about 4 weeks to go, tapi bisa lebih cepat atau lebih lama)
  • posisi plasenta : di atas
  • posisi kepala bayi : di panggul, sudah masuk jalan lahir
  • berat/tensi ibu : 58,5 kg ; 101/59
  • berat janin : 2950 gr
  • FHR : 159 (denyut jantung janin)
  • control schedule : per 2 minggu
  • mommy’s condition : semakin berat, kontraksi palsu semakin sering terasa, kaki mulai bengkak, alhamdulillah tidur masih nyenyak, jalan uda ga sekuat dulu, semakin deg2an esp. tiap lagi ngalamin braxton hicks.

Whuaaa, he/she is almost ready to launch. Can’t wait to meet you, baby I.

And here are the result of discussion with CS and obgyn :

  • Untuk proses persalinan/kamar perawatan tidak perlu booking. Jadi setelah ada tanda2 persalinan bisa langsung datang ke emergency untuk dicek kemudian diputuskan apakah harus langsung stay di RS sampai melahirkan atau boleh pulang dulu. (it’s good. Karena kalau masih bukaan 1 dan harus wajib nunggu di RS, pasti bakal stress dan pressurenya lebih tinggi)
  • It’s allowed to eat/drink/mobile/bring something that make you feel comfort during labor process. Ini juga penting. Karena bagi orang yang sedang mengalami kontraksi, pasti membutuhkan sesuatu yang dapat memuat nyaman dan juga butuh tenaga, that’s why eat/drink is my priority question.
  • It’s allowed to be accompanied by someone during labor process. Jadi suami, ibu, atau siapapun yang kita inginkan berada di ruang persalinan dibolehkan.
  • They have IMD process! Cuma untuk berapa lamanya, si ibu CS gabisa mastiin karena tergantung kondisi ibu-bayi pada saat itu. Tapi saya dan suami akan berusaha agar proses IMD ini min. 1 jam. Kalau dari dr. Sadina sendiri sih katanya min 1 jam (semoga saja pada prakteknya beneran min 1 jam, aamiin).
  • Kamar rooming-in. Jadi setelah proses IMD selesai, bayi dan ibu akan dipisahkan sebentar (bayi akan diobservasi, ibu akan menjalani masa pemulihan) kemudian bayi akan dibawa ke kamar rawat dan bergabung bersama ibu. Selama masa transisi tersebut, ayah akan diikutsertakan untuk pemasangan gelang (yang sama antara ibu-bayi), melihat proses pemeriksaan bayi, mengecek kondisi fisik bayi agar tidak tertukar dengan bayi2 lainnya.
  • Selama di RS, ibu akan belajar dan/atau diajarkan sebanyak2nya mengenai proses menyusui. They are pro-ASI. Dan mereka tidak menyarankan/mengajari untuk menggunakan breastpump atau sejenisnya, karena menurut mereka proses menyusui langsung dari sumbernya adalah yang terbaik. Selain itu para suster juga akan mengajari proses memandikan bayi.
  • Untuk perlengkapan ibu, sebenarnya RS menyediakan kimono dan pembalut. Tetapi akan lebih baik jika pasien membawa sendiri pembalut untuk mencegah jika sudah keluar RS nanti takutnya susah mencari pembalut yang sama dengan di RS. Untuk baju sendiri, berhubung kimononya hanya tangan 7/8, bagi yang berhijab seperti saya sebaiknya membawa baju kancing depan sendiri. Selain itu juga disarankan membawa gurita (yang ikat karena akan lebih mudah diatur), sarung serta perlengkapan mandi, dan perlengkapan ayah.
  • Untuk perlengkapan bayi, RS menyediakan semua kebutuhan bayi. Kita hanya perlu mempersiapkan set perlengkapan/baju untuk pulang. Dan akan lebih baik jika kita juga menyediakan pampers sendiri (kasus yang sama seperti poin di atas)
  • Untuk posisi melahirkan, dr. Sadina bilang sih bebas, tergantung kita enaknya gimana. It’s very good. Karena kalau harus melahirkan dengan posisi yang ditentukan wajib oleh RS (posisi berbaring), it will be very hard for mommy and baby to do that. That’s why I’ll prefer posisi setengah duduk, seperti cara konvensional dan yang dipraktekkan persalinan gentle birth.
  • Berhubung recananya saya akan ambil VIP B, untuk jam besuk bisa 24 jam, dan boleh ada anggota keluarga yang menginap. Untuk perbedaan VIP B dan VIP A sendiri tidak terlalu mencolok, hanya berbeda design kamarnya saja, yaah ga begitu pentinglah bagi saya.

Actually I’ve made “to bring list” for labor process, later I’ll upload it.

Berasa deg2an for this first experience in my life. Semoga nanti lahirannya lancar, ibu-bayi sehat selamat. Semoga para mommy yang mau melahirkan juga diberi kemudahan, aamiin.

Semoga catatan ini bermanfaat bagi para mommy (esp. yang mau melahirkan di Harkit).

Journey to Find Obgyn & Hospital

Mungkin banyak para bumil di luar sana yang mengalami dilema seperti saya dalam mencari rumah sakit yang cocok. Sampai saat ini saya sudah mencoba 3 rumah sakit yang berbeda untuk kontrol kandungan. Alasan gonta gantinya pun bermacam-macam, mulai dari kurang sreg sama spog, pelayanan RS yang kurang bagus, dll.

 

Berikut review mengenai RS yang pernah & masih saya datangi. Sama sekali ga bermaksud menjelek-jelekkan RS nya. It’s just my personal opinion.

 

  1. RS JMC

Sejak awal menyadari telat haid, saya & suami memutuskan untuk cek ke JMC. Kenapa JMC? Berdasarkan hasil blog walking, ngeliat paketan lahiran, ngeliat review2 beberapa bumil yang kontrol disana, ngeliat list dsog yang rata2 perempuan (saya & suami berkomitmen dari awal untuk kontrol ke dsog cewe) dan karena suami juga langganan ke RS ini kalau sakit, akhirnya mutusin untuk coba.

Sabtu pagi jam 9 saya & suami kesana karena untuk registrasi harus datang langsung, gabisa by phone. Dan ternyataaa antriannya cukup panjang. Padahal prakteknya mulai jam 10. Tadinya mau ke dr. Mariza, berhubung si dokter lagi ga praktek akhirnya beralih ke dr. Triani (ini juga hasil review dari para bumil di ibuhamil.com). Setelah nunggu cukup lama, giliran saya tiba. Si bu dokter nanya beberapa pertanyaan standard (kapan terakhir haid dll) terus langsung usg transvaginal. It was my first time using that kind of equipment hehehe. Trus dokternya bilang kalau belum terlihat tanda-tanda kehamilan (waktu itu perkiraan baru 4 jalan 5w), adanya baru penebalan dinding rahim plus kista. Denger kata2 kista saya uda langsung panik aja dong. Tapi untungnya kata dokter, kalau kista itu bisa hilang saat terjadi kehamilan.

Menurut saya, si bu dokter ini so so lah. Tapi kontrolnya bentar banget, lamaan nunggunya. Selesai dicek, dikasi print usg & resep, trus langsung ke kasir. So far sih biaya kontrolnya masih terjangkau. Saya lupa berapa pastinya. Kalau ga salah sekitar 200 ribuan untuk jasa dokter di luar obat. Obatnya sendiri cukup murah, folavit (saya lupa harganya).

 

2. RS Hermina Jatinegara

Selang seminggu kemudian, karena penasaran saya coba cek ke Hermina Jatinegara. Dengan pertimbangan RS ini cukup dekat dengan rumah yan notabene di Tebet dan ada list dsog cewenya juga. Seperti biasa, berdasarkan hasil review dari para bumil, akhirnya saya memutuskan untuk kontrol dengan dokter *** saya lupa siapa namanya, yang jelas cewe dan terlihat cukup senior. Enaknya di Hermina ini kita bisa reservasi by phone, jadi ga perlu lomba cepet-cepetan datang. Nunggunya juga ga terlalu lama.

Akhirnya tiba giliran saya. Beda dengan cek sebelumnya yang menggunakan usg transvaginal, kali ini menggunakan usg biasa yang di perut. Trus dokternya nunjukin “itu uda terlihat kantung janinnya, usianya sekitar 5 minggu”. Hmm kalau menurut saya, dibandingkan dokter di RS sebelumnya, dokter yang ini lebih kurang komunikatif pas nge-usg. Cuma seadanya aja. Selesai di usg, saya langsung ngejejer bu dokter dengan beberapa pertanyaan standard saat awal kehamilan yang sudah saya siapkan listnya di kertas. Setelah itu dokternya ngasiin resep dan kita pun langsung ke kasir.

Jreng jreng jreeenng…. Disinilah saya & suami lumayan kaget. Why? Vitaminnya itu lho, banyak dan harganya sejutaan. Banting banget sama resep & vitamin dari dokter sebelumnya. Trus petugasnya nanyain mau ditebus semuanya atau beberapa dulu. Karena mikirnya demi si dedek bayi, akhirnya mutusin untuk tebus semuanya mumpung bisa reimburse ke kantor. Oya, saya juga dikasiin surat keterangan dokter untuk istrahat Seninnya (hwaaa ini yang paling menyenangkan, izin ngantor :D)

 

3. RSAB Harapan Kita

Selang 2-3 minggu kemudian, setelah diskusi dengan sepupu yang dokter & lahiran di Hermina Jatinegara juga (and she doesn’t recommend this hospital), saya memutuskan untuk mencari dokter yang spesialis fetomaternal. Well, after discuss with husband, we decided to choose Harapan Kita dengan dr. Sadina. “Kenapa dr. Sadina? Kan dia antriannya panjaaaaanng banget plus penuh perjuangan”. Because she’s the only one of female fetomaternal in that hospital (kalo ga salah :D). Dan saya rela-relain antri panjang untuk dapetin dokter ini karena ngerasa “Duh uda cukup deh sama dokter-dokter sebelumnya. Mending cari yang bener-bener bagus”.

Oke, percobaan pun dimulai. Berhubung Harkit gabisa registrasi by phone, mau gamau Sabtu pagi2 saya & suami datang kesana untuk ambil no antrian. Padahal sebelum jam 8 ya datengnya, tapi dapatnya no 22an dong. Pas nanya sama susternya kira2 jam berapa untuk no antrian itu, susternya pun gabisa jawab. Coba dateng lagi agak siangan aja bu, atau telp aja nanti tanya no antriannya. Huff, saya pun pasrah. Akhirnya setelah telp dateng lagi jam 2an, tibalah giliran saya.

Bu dokternya cantik, cukup komunikatif & yang paling penting detail. Beliau ngecek dengan usg transvaginal. Ngeceknya itu bener2 ngecek. Maksudnya bener2 diliatin “ini kantung janinnya”, “ini ada kistanya ya, tapi ga apa2 akan hilang seiring dengan kehamilan”, “ini air ketubannya” dll. Bener2 ngejelasin tanpa kita tanya. Tapi kitanya juga tetap harus aktif, kalau ada yang mau ditanya tanyain aja, dokternya akan dengan sigap menjelaskan. Setelah usg, saya nanyain pertanyaan2 yang biasa dialami oleh para bumil muda yang belum berpengalaman dalam hal hamil-hamilan. Dan dr. Sadina menjelaskan dengan alasan yang cukup logik. Saat akan diberikan resep, saya menyodorkan obat-obat yang dikonsumsi dari dokter sebelumnya. Daaann dr. Sadina pun kaget, banyak banget obatnya. Ada zat besi lah, penguat kandungan, vitamin ini itu. Beliau mengatakan kalau obat2 ini sebenarnya ga perlu. Untuk awal kehamilan yang penting itu adalah asam folat. Alhasil semua vitamin mahal tersebut ga saya konsumsi lagi. Trus saya juga minta surat dokter untuk istrahat. Eh si dokternya ga ngasi. Katanya “ngapain, kan lo ga sakit. Hamil itu bukan penyakit”. Hmm baiklah bu dokter.

Untuk biaya konsultasinya sangat terjangkau. Untuk tarif dr.spesialisnya sendiri aja hanya Rp 150,000. Usg print Rp 265,000. Vitaminnya saya lupa berapa. Tapi menurut saya it’s worth lah. Dan kualitas peralatannya juga cukup modern, tidak seperti bayangan saya selama ini.

 

Dari ketiga RS di atas, akhirnya saya mutusin untuk tetap setia sama Harkit. Next time, saya akan share mengenai survey RS untuk lahiran, mulai dari biaya lahiran & fasilitasnya. 🙂

Pregnancy

Well, better late than never.

Sebenernya dari mulai persiapan nikah sampai awal hamil pengen banget share di blog. Tapi berhubung sibuk, kadang males, plus masih lebih PD update di private blog, jadinya baru sempat sekarang.

This week si dedek is 29 weeks (about more than 7 months) in mommy’s womb. Yaapp that’s right, I’m expecting a baby! Due datenya InsyaAllah February 2016. Alhamdulillah. Akhirnya setelah +/- 6 bulan menunggu, akhirnya diberi kepercayaan oleh Allah untuk mengandung. Saya mengetahu kalau (+) hamil tepatnya seminggu sebelum ulang tahun saya Juni lalu. And it was a very very great birthday gift from Allah. He really answer my prayers.

“Maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang engkau dustakan?”
(Ar-Rahman)
 
Yaa ini benar-benar kembali menyadarkan saya untuk selalu bersyukur dalam setiap keadaan. Karena Allah sudah merencanakan yang terbaik bagi hamba-Nya pada waktu yang tepat.
Sekedar sharing kegiatan + perkembangan kehamilan saya:
  • Saya lagi tergila-gila dengan GB (Gentle Birth). A method to deliver baby naturally without medical intervetion.
I’m pretty sure sekarang semakin banyak ibu-ibu yang mulai aware dan menginginkan dengan proses kelahiran alami, tanpa intervensi medis, minim rasa sakit, minim trauma, membuat ibu & bayi lebih bahagia, dan memberdayakan tubuh ibu & baby dalam proses kelahiran. And I am one of them.
GB ini perlahan-lahan mulai digandrungi para wanita karena banyaknya manfaat yang bisa didapatkan si ibu & baby. Sebenarnya saya tahu GB sebelum hamil. Iyaa, sebelum hamil saya sudah cari info sana sini, sudah mulai mem”brain wash” suami agar diizinkan untuk lahiran dengan GB nantinya, membaca blog-blog/artikel-artikel mengenai GB, membaca cerita Reza Gunawan & Dee Lestari mengenai proses lahiran anak mereka, melihat video dari Youtube tentang GB, gabung di facebooknya Komunitas GBUS (Gentle Birth Untuk Semua), dll. Tapi ketertarikan saya dengan GB ini sempat vakum karena (pada saat itu) belum kunjung hamil dan sempat stress.
Sampai akhirnya saya beneran hamil. Saya mulai kembali mempelajari tentang GB dari awal lagi untuk memperdalam pengetahuan saya, membeli buku “Gentle Birth” nya Bidan Yessie Aprilia, browsing2 tentang bidan/praktisi yang pro GB di Jakarta.
Tetapi perjuangan saya tidak semulus jalan tol. Yaap, karena di awal kehamilan ketika saya kembali menyampaikan niatan untuk GB, suami saya sempat ragu lagi dan menyarankan untuk beralih ke dokter. Udah sempat survey-survey rumah sakit (termasuk fasiltasnya, dokternya, biaya melahirkan, kamarnya bagaimana, rooming-in atau tidak, menerapkan IMD atau tidak, dll), tapi tetap saja keinginan untuk GB itu semakin kuat.
Belum lagi pertentangan dari mama saya yang sangat pro dokter/medis dan cukup kontra dengan GB, karena beliau sering mendengarkan cerita teman-temannya tentang anaknya yang melahirkan dengan berbagai macam keadaan yang tidak mengenakkan. Makanya beliau tidak mau anaknya melakukan yang “aneh-aneh” dengan mencoba lahiran GB. Saya tau kalau mama saya ini masih sangat kurang pengetahuan mengenai GBnya. Makanya pelan-pelan saya mulai mencoba untuk “membrain wash” dengan mengirimkan link blog tentang pengalaman orang-orang yang sudah menerapkan GB dalam proses lahirannya. Tetapi sepertinya masih perlu tenaga extra lagi untuk meyakinkan beliau. Rencananya  saya mau ajak mama & suami untuk konsultasi GB ke salah satu bidan/praktisi yang pro GB. Tapiiii sampai saat ini saya belum menemukan bidan/praktisi tersebut di Jakarta. Udah browsing-browsing juga belum nemu. Adanya di Klaten (Bidan Yessie), Depok (Bidan Erie), Bandung (Klinik Galenia Dago). Yaa so far Depok & Bandung yang cukup bisa dijangkau. Fiuuhh…perjuangan masih panjang, jenderal!
Okey, back to GB. Sejujurnya saya paling malas kalo ditanya “mau lahiran dimana rencananya”, “normal/cs”, “sama dokter apa sekarang” dll. Karena kalau saya jawab yang sejujurnya, mereka bakal komen yang lebih panjang lagi. Kenapa? Ya karena saya mau lahiran secara GB, kalau bisa dirumah dengan bidan, tanpa campur tangan dokter (esp. dokter-dokter jaman sekarang) yang bentar-bentar langsung menyarankan untuk caesar, induksi, vakum, episiotomi dll. Sementara saya pengennya saya & baby bisa sama-sama bahagia dengan kelahiran yang minim trauma. Jadi yaa intinya masih harus terus berjuang!
  • Prenatal yoga GBUS
Kebetulan salah satu pengajarnya (+admin komunitas GBUS) itu temennya suami pas SMA. Jadi cukup lumayan mempermudah untuk nanya2 tentang info yoga + GB. I’m so excited to join this prenatal yoga. Actually I’ve surveyed to some places about this course and the rate is expensive. Kalau yang GBUS ini sistemnya donasi, jadi bayar seikhlasnya yang duitnya nanti untuk uang kas komunitas.
So far saya sudah ikut 3x prenatal yoganya GBUS ini. Yaa cukup perjuangan tiap Sabtu harus ke Bekasi untuk ikutan yoga dan untungnya suami selalu setia nganterin dan nemenin istrinya latihan. But it’s worth. Bisa ketemu + sharing dengan sesama bumil. Selain itu juga pelatih yoganya (which is temennya suami) sangat informatif. Beliau menjelaskan manfaat tiap gerakan yang akan dilakukan. Cukup menambah informasi untuk orang awam seperti saya. Selain itu juga mba Diana ini bisa membuat latihan menjadi menyenangkan. Beliau menyelingi dengan games reading birth goddes card & oracle nusantara. Sebenernya sih intinya kedua reading card ini menggunakan kekuatan pikiran & afirmasi kita.
Yoga
Beberapa dokumentasi dari kegiatan prenatal yoga

 

  • Now I’m on processing of browsing baby’s stuffs
Rajin baca blog-blog para bumil mengenai perlengkapan apa saja yang dibutuhkan newborn baby, harganya berapa, belinya dimana, dll. And the conclusion is go to “Fany Baby Shop” yang ada di ITC Kuningan Lantai 4. Katanya sih disini yang termurah haha. Beberapa bulan lalu saya kesana untuk membeli hadiah untuk baby nya temen. Sekalian liat-liat tempatnya plus survey harga juga. Uda compare juga pas ke exhibition Mother&Baby, tapi ya gitu ada yang lebih murah & lebih mahal. Plus minus lah. Lumayan pas ke exhibition yang Balai Kartini dapet topi baby yang dibagiin gratisan hihi. And next schedule ke exhibition Maternity yang di JCC minggu ini.
Anyway di Fany Baby Shop ini juga menyediakan list baby stuffs yang dibutuhkan. Sangat berguna bagi bumil-bumil yang belum berpengalaman seperti saya. Tetapiii, I’ve prepared my own list based on survey sana sini berselancar dari blog satu ke blog lainnya.
  • Si dedek uda bisa apa di dalam? Nendang & ngerespon mommy & daddynya!
Iyaa si dedek uda bisa nendang2 mommynya. Uda bisa diajak main juga. Main? Gimana caranya? It’s easy. Kalau saya, saya tekan pelan 2 jari ke perut (sekitar tempat kaki/tangannya dedek), sebelumnya bilang dulu “dek, main yukk. Kalau mommy tekan2 dedek nendang di tempat yang mommy tekan ya”. Then, he/she kicked. Ada beberapa kali yang dia nurut, tapi ada juga yang dianya diam aja. You know, it makes me feel so funny and so blessed at the same time. Because it’s real, there’s someone inside my womb whose heartbeat can be listened. Eh tapi kadang si dedek suka ngajak mommynya main. Jadi dia nendang2 duluan, pas mommynya tekan, dianya diam. Pas mommynya diam, dia nendang, begitu seterusnya. Lain lagi halnya kalau ada daddynya. Dia seringnya diam atau hmm terkesan masih malu sama daddynya. Kalau daddynya nungguin tendangannya (padahal beberapa detik sebelumnya dedek barusan nendang mommy) si dedek malah diam. Nah pas si daddynya diam, giliran dedek yang nendang. Lucu deh.
Terus si dedek paling seneng kalau didengerin ayat-ayat Quran atau dingajiin. Dia pasti bakal diam, anteng. Pernah sekali saya coba dengerin musik klasiknya Mozart/Beethoven, dia malah nendang-nendang dan saya jadi merasa ga nyaman. Nah giliran didengerin ayat Quran atau dingajiin sama daddynya, dia malah diam. But it’s good. Mudah-mudahan insyaAllah dedek bisa jadi anak sholeh/sholehah dan hafidz quran, AAMIIN…
  • What about gender?
Hmm buat yang satu ini masih belum jelas. Saat usia kehamilan 4 bulan, hasil usg menunjukkan kemungkinan si dedek berjenis kelamin laki-laki karena terlihat “seperti” monasnya. Tapi pada usia kehamilan 5 bulan, hasil usg menunjukkan bahwa si dedek perempuan. Usia 6 bulan juga perempuan. Yang mana yang benar? I don’t know. Let’s see when the time is come, what will be the result. But actually, whatever the result is, it doesn’t matter. Yang penting dedek sehat, sempurna, normal, cerdas, pintar, sholeh/sholehah, dll yang baik-baik. AAMIIN…